Mungkin ada saling tegur, tapi mudah-mudahan tidak dengan benci. Mungkin ada saling mengingatkan, tapi mudah-mudahan tidak lagi dengan batu. Mungkin ada marah, tapi mudah-mudahan tidak dengan maki. Tidak dengan kalimat maki-maki seraya menyebutkan nama Tuhan yang Mahakasih Sayang itu, tetapi malah untuk justru membuat kehancuran. Seolah-olah, mereka itu lupa pada apa yang sudah dibacanya ,bahwa nama Tuhan yang mereka teriakan itu adalah Tuhan yang justru Dia berfirman, “Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”. Jangan.
“Iya.”
(Rumah Kawan)
Pak Haji Pidi Baiq melengkapi trilogi drunken nya dengan menerbitkan panduan menjadi orang gila tapi waras ini. Drunken Mama judulnya. Seakan dengan terbitnya buku ketiga ini semakin mengukuhkan Pak Haji sebagai orang gila paling fenomenal se Bandung Raya , hhahahaa. Buku yang kembali mengacaukan tatanan perbahasaan Indonesia dengan baik dan benar sebagaimana Prof.J.S Badudu yang mengajak Mari Belajar Bahasa Indonesia dengan Baik dan Benar. Dan anehnya , bukunya masih terus terbit dan tidak di boikot oleh pemerhati Bahasa Indonesia dengan Baik dan Benar.
Buku yang (katanya) berisi catatan-catatan Pak Haji bersama si Istri dan 2 anaknya serta asisten-asistennya ini terdiri atas 17 potongan-potongan cerita. Cerita lucu menurut orang kebanyakan, termasuk saya. Cuma disetiap cerita entah kenapa saya selalu menemukan pesan moral yang isinya serius bukan candaan semata. Lihat saja tulisan dibagian akhir cerita Rumah Kawan di atas, sungguh menyentuh. Sudahlah mari sejenak lupakan keseriusan Pak Haji . Satu hal yang membuat terpingkal pingkal dalam buku seri DRUNKEN ini adalah penggunaan bahasa yang amburadul tapi masih bisa menangkap maksud dari kalimat-kalimat amburadul itu. Simak saja beberapa bahasa yang amburadul dipakai oleh Pak Haji :
“….Saya bergerak turun dari angkot. Itu selagi angkot berhenti karena disuruh oleh lampu merah” (1996)
Sebuah penceritaan dengan menggunakan personifikasi yang unik sehingga membuat pembaca lekas membayangkan dan terbahak bahak akan penggunaan bahasa seperti itu. Atau ketika Pak Haji ditanya oleh anaknya, Timur, perihal penemu kalender , Pak Haji secara meyakinkan menjawab “Michael Kalender!” Hahahahhaa…… Pak Haji juga pandai mengutak atik susunan kata ,
“…………..Sedangkan Bebe ada duduk juga bersama kami, tapi dia enak, enggak pernah mau ambil pusing dengan obrolan-obrolan macam ini. Mungkin karena dia tahu bahwa pusing itu tidak enak, maka itu dia pilih untuk tidak ambil. Jadinya, ya duduk aja begitu.”
Pengalaman-pengalaman Pak Haji yang unik-unik mampu membuat orang normal seperti saya ini terbahak-bahak. Ketika Pak Haji pulang dari Jakarta dia menelepon semua teman-temannya satu persatu , teman-temannya ini tidak saling kenal. Pak Haji menyuruh mereka berkumpul di satu tempat. Bisa dibayangkan , ketika Pak Haji datang ke tempat itu semua orang sudah berkumpul layaknya sedang menunggu kedatangan seorang pembesar. Hahahaha…. Pak Haji emang kocak !
Secara keseluruhan buku ini sama seperti pendahulunya , sarat dengan ide-ide unik dan lucu serta memberikan pengajaran dibalik cerita-ceritanya itu. Wahai Pak Haji Pidi Baiq, sesungguhnya buku mu ini lebih banyak pesan moralnya dibanding materi lawaknya , jadi saya anggap Bapak Haji bukan pelawak tapi seorang motivator. Saya selalu menunggu kehadiran buku-buku baru Bapak, juga kumpulan Aphorisma nya yang dengar dengar akan diterbitkan.
Dan duhai Pak Haji , Kapan kita ketemu ? hehehehe…….
Bandung, 3 Maret 2009
ini review saya tentang :
drunken monster
drunken molen
No comments:
Post a Comment