May 25, 2007

per-angkot-an di Kota Bandung


Tulisan ini didasari atas beberapa kali pengalaman tidak mengenakkan antara saya, sopir dan angkot di Kota Bandung. Kenapa tidak mengenakkan? Karena, angkutan kota sebagai transportasi massal di perkotaan sudah seharusnya lah mempunyai kualitas pelayanan yang cukup baik, baik dari segi angkutannya sendiri atau behave dari pengemudi dan penumpang angkutan.

Beberapa hal yang mampu saya baca dari situasi ini adalah :

1. Kota Bandung yang mulai membludak oleh pendatang membuat sektor-sektor pelayanan publik perlahan dan pasti mulai dikuasai oleh pendatang. Angkot pun tak ketinggalan dijadikan lahan empuk bagi pendatang-pendatang ini. Pendatang yang umumnya berasal dari Pulau Sumatera ini memiliki kultur yang keras dan terkesan seenaknya dalam menggunakan fasilitas umum. Hal ini cukup beralasan karena selama saya di Sumatera, banyak fasilitas umum yang diadakan oleh pemerintah daerah setempat dan banyak pula diantaranya yang tidak bertahan lama, dirusak oleh warganya sendiri. Angkot yang berhenti seenaknya di pertigaan, melaju dengan kecepatan penuh bak sedang bermain Need For Speed, atau sengaja di lambatkan sekadar menunggu lampu berwarna merah padahal lampu hijau masih bernapas diantaranya kultur yang dibawa sopir-sopir yang kebanyakan pendatang.

2. Penumpang yang masih kurang tertib menunggu kedatangan angkot. Hal ini saya sadari sering saya lakukan, namun saya cukup beralasan, karena pihak terkait tidak memfasilitasi tempat pemberhentian khusus angkot, malah halte yang sudah dibangun dijadikan tempat berjualan, lapak koran hingga calo yang memanggil-manggil penumpang. Sikap penumpang juga masih ada yang keterlaluan, berhenti ketika angkot sedang berada di perempatan.

3. Jumlah angkot yang tidak seimbang. Terkadang ada angkot yang sekali berdiri menunggu sudah 2-5 angkot yang lewat, ada juga angkot yang sudah berdiri menunggu sekitar 15-20 menitan tidak datang-datang.

Wah ngomongin kejelekan sistem angkutan di Kota Bandung benar-benar ga ada habisnya yah. Malah terkadang kejelekan sistem itu membuat kita terbiasa dan pada akhirnya secara menurun mengikuti kultur yang telah terbentuk. Rumit memang, kalau mau saling menyalahkan semua pihak bisa disalahkan. Terakhir, mungkin sudah seharusnya Pemkot Bandung memerhatikan sistem angkutan umum yang baru, yang lebih nyaman, feasible dan mampu menguntungkan semua pihak, dan yang pasti mengubah kultur masyarakat dalam menggunakan fasilitas publik.

1 comment:

Alma said...

nah itulah...kayaknya pemkot pun nggak peduli. mereka kan nggak naik angkot! tul, nggak?!

gw link ya om superbed...

All of a Sudden I Miss Everyone (Explosions In The Sky)