Ada yang menarik sehabis menonton film Koper (2006) karya Richard Oh. Film yang rilis tahun 2006 lalu ini memang minim penghargaan di ajang-ajang festival film dalam negeri tetapi setelah saya menontonnya, tampak lebih “berisi” ketimbang menonton film-film yang bertemakan kisah cinta anak-anak SMU atau deretan film-film misteri beraneka judul. Sangat jarang atau dapat dikatakan tidak ada sama sekali film di Indonesia yang mampu menceritakan secara satir tentang naifnya kehidupan atau kepolosan seseorang pegawai biasa yang mungkin keberadaannya di komunitasnya dianggap aneh, weird.
Dikisahkan , Yahya yang diperankan Anjasmara seorang pegawai yang bekerja di kantor bagian pengarsipan. Bagaimana hidupnya yang susah, keluhan istrinya, tetangga nya yang selalu “pamer” atau orang-orang sekelilingnya yang terus mengkhayal jikalau menjadi milyarder dengan cara instan tentunya. Sampai saat si Yahya menemukan koper sehabis minum di sebuah kafe. Disitulah perubahan secara drastis terjadi dalam kehidupan seorang Yahya, pegawai arsip yang rendahan dipandang sebelah mata, diacuhkan, pendiam dan menjadi keluh kesah istrinya. Diceritakan bahwa koper yang ia temukan adalah koper seorang perampok Bank yang sengaja dibuang di tempat sampah. Pesan moral tampak pada saat Yahya ngotot ingin mengembalikan koper tersebut, bagaimana koper itu selalu ia bawa ketika pergi bekerja, bagaimana orang-orang di kantornya yang semula mengacuhkan keberadaannya menjadi dekat kepadanya, bagaimana orang-orang sekampung mengelu-elukannya dengan iming-iming tiga orang bodyguard sebagai penjaga koper Yahya, dan bagaimana ia dengan repotnya melaporkan menemukan barang hilang.
Sangat menyentuh dan membuat trenyuh menyaksikan film ini. Bagaimana seorang biasa yang tetap jujur, sangatlah jarang ditemukan di sini dimana pegawai-pegawai hanya mengejar harta benda tanpa produktivitas. Begitu sederhananya film ini, sehingga membuat film ini tampak biasa saja dimata juri festival film, dan begitu sederhana nya film ini sampai-sampai hanya saya yang menonton di kos-kosan saya. Sementara lainnya hanyut dengan film-film “kotak kantor”, hidup memang tidak realistis.
No comments:
Post a Comment