Hampir seminggu terdampar di Pulau Bali. Pulau eksotis yang banyak dikunjungi wisman dan wisdom tiap harinya. Kedatangan saya dalam rangka agenda kerja namun banyak hal yang menarik saya jumpai disana terutama di Pulau Nusa Penida.
Pulau Nusa Penida terdiri atas Pulau Lembongan, Pulau Ceningan dan Pulau Nusa Besar, secara administratif termasuk ke dalam Kecamatan Nusa Penida , Kabupaten Klungkung. Dari literatur yang saya baca, pulau ini termasuk pulau tandus dan kering , tanah yang tidak subur dan segala hal negatif terhadap pulau ini ada didalamnya. Konon, pulau ini dijadikan pulau pembuangan tahanan/pemberontak dari kerajaan Klungkung. Tidak salah memang melihat kondisi pulau ini yang tandus dan tanah yang keras (mengandung kapur/karst). Akses yang susah membuat pulau ini seakan terkucilkan dari Bali daratan semakin membuat pulau ini semakin tidak menonjol. Saya kesana dengan menaiki perahu (jukung) yang beroperasi hanya sekali dalam sehari, sisanya kita mesti menyewa untuk dapat kesana. Waktu tempuh kurang lebih 1,5 jam dari Sanur dan 1 jam dari Tanjung Sanghyang di Nusa Lembongan. Sepanjang perjalanan akan di temani ombak yang cukup besar dan angin yang kencang sehingga menjadi petualangan yang mendebarkan apalagi perahu tidak dilengkapi pelampung dan hanya bermodalkan mesin solar yang cukup bising.
Sesampainya disana, ternyata banyak sekali wisatawan asing disana, ternyata Pulau Nusa Penida lebih kesohor oleh orang-orang asing daripada turis lokal. Ada yang diving, ada yang parasailing, ada yang sekedar berjemur, atau cuma bersepeda melintasi ladang dan jalan setapak di dalam pulau, menurut orang asing itu kegiatan yang seru dan menurut turis lokal, itu adalah kegiatan melelahkan. Tak ketinggalan vila dan cottage mewah bertebaran di sepanjang Nusa Lembongan (sepanjang pantai lembongan dan jungutbatu). Nelayan sudah beralih profesi menjadi petani rumput laut, sepanjang pantai dijumpai tanaman rumput laut di pinggiran pantai. Ternyata sudah menjadi primadona , tanaman rumput laut di pulau ini. Yang ditakutkan adalah pertanian rumput laut ini dapat mengganggu keberadaan pariwisata disana, atau justru sebaliknya. Yang jelas, masyarakat lokal merasa memperoleh uang dari penjualan rumput laut bukan dari sektor pariwisata yang kebanyakan dimiliki oleh orang luar Nusa Penida atau bahkan orang asing, sungguh bentuk eksploitasi yang kejam.
Jika diamati, daerah pinggir pantai cukup indah dengan segala panaroma dan daya tariknya namun tidak demikian dengan wilayah dalam , dan Nusa Besar yang sebagian besar tandus, kering dan hanya ditumbuhi pohon-pohon yang meranggas, tidak ada keriuhan seperti di pinggir pantai tampaknya. Selepas menelusuri sepi dan keringnya suasana pedalaman, keesokan harinya saya berpulang kembali ke Bali daratan, kembali ke Sanur. Nusa Penida pulau berpotensi untuk dikembangkan, namun seperti ada kekuatan tak terlihat yang menginginkan pulau ini untuk tidak berkembang lebih lanjut, kepentingan investasi kah ? atau bentuk persaingan antara Bali daratan yang mulai tergerus kemajuan jaman vs Pulau Nusa Penida yang masih alami ?
1 comment:
her, kau tanya lopek lah nomernya
Post a Comment